PENGENALAN BAWAH AIR # HARI KETIGA

Ir. Tonny H Susanto, MMA membuka aktivitas bawah air di hari ketiga (06 April 2016) dengan materi Pengembangan Sumberdaya Kelautan.  Beliau menitikberatkan pada Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia yang merupakan subjek terpenting dalam upaya pemberdayaan potensi bahari Indonesia.  Sumberdaya manusia perlu disiapkan sedini mungkin dalam upaya mengembangkan potensi laut yang ada.  Potensi bahari kita sangatlah besar, sayang sekali jika tidak dimanfaatkan hanya karena sumberdaya manusia yang kurang .  Upaya yang dilakukan hendaknya dapat membangun manusia Indonesia yang seutuhnya, bermutu dan peduli terhadap potensi bahari Indonesia.  Masyarakat Indonesia masih melihat daratan sebagai satu satunya sumber kehidupan. Hal ini bisa terlihat dari jumlah usaha yang bergerak di bidang kelautan masih terpaut jauh dibanding usaha lainnya, sebagai contoh jumlah petani di Indonesia lebih besar dari pada nelayan, bahkan bisa dilihat dari jumlah armada laut dan perwira laut yang jumlahnya lebih kecil dibanding darat. Hal ini berakibat pada rendahnya partisipasi rakyat dalam upaya memberdayakan potensi laut yang sangat besar di Indonesia.

Materi tentang Sejarah Kemaritiman Indonesia disampaikan oleh Bpk. Sukasno dari Dinas Kelautan dan Perikanan DIY.  Beliau menyampaikan bahwa berbagai dokumen tentang kejayaan bahari Bangsa Indonesia pada masa lalu, namun dalam perjalanannya kemudian mengalami keredupan.  Setidaknya ada dua sebab terjadinya hal ini, yaitu praktek kebaharian kolonial Belanda; dan kebijakan pembangunan bahari pada masa rezim Orde Baru.  Pada masa kolonial Belanda, atau sekitar abad ke -18, masyarakat Indonesia dibatasi berhubungan dengan laut, misalnya larangan berdagang selain dengan pihak Belanda, padahal sebelumnya telah muncul beberapa kerajaan bahari nusantara, seperti Bugis-Makassar, Sriwijaya, Tarumanegara, dan peletak dasar kebaharian Ammana Gappa di Sulawesi Selatan.   Akibatnya budaya bahari bangsa Indonesia memasuki masa suram.  Kondisi ini kemudian berlanjut dengan minimnya keberpihakan rezim Orde Baru untuk membangun kembali Indonesia sebagai bangsa bahari. Akibatnya, dalam era kebangkitan Asia Pasifik, pelayaran nasional kita kalah bersaing dengan pelayaran asing akibat kurangnya investasi.  Pada era kolonialisme terjadi pengikisan semangat bahari bangsa Indonesia yang dilakukan oleh kolonial dengan mengedepankan masyarakat indonesia untuk melakukan aktivitas agraris untuk kepentingan kolonial dalam perdagangan rempah-rempah ke Eropa. 

Materi Keanekaragaman Biota Bawah Air disampaikan oleh Bpk. Susila, SP dari Dinas Kelautan dan Perikanan DIY.  Beliau menjelaskan bahwa Groombridge, seorang taksonomis, memperkirakan jumlah spesies laut yang sudah diketahui bervariasi antara 250-274 ribu spesies. Melalui software FishBase (www.fishbase.org) kita bisa mengetahui secara cepat bahwa secara total sudah ditemukan 27.683 spesies ikan (bersirip) dan dianggap sah, dimana 16.475 spesies diantaranya ialah spesies ikan laut.  Berbagai spesies karang juga sudah dikumpulkan melalui Reef Base.  Namun kita ternyata masih jauh dari daftar organisme global di laut.   Jumlah total spesies laut yang di buat oleh Groombridge tentu saja merupakan pembulatan, sementara jumlah spesies didarat yang sudah tercatat mencapai sekitar 1.4 juta jenis–suatu indikasi studi tentang laut masih sangat terbatas.  Peneliti memperkirakan kita tahu laut mungkin hanya sekitar 2% dari alam laut yang sebenarnya. (Fishprog, 2016)

WhatsApp