PENGEMBANGAN e-GOVERNMENT DI DIY

Kondisi umum DIY bila dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia bisa dikategorikan provinsi “kecil” (secara perwilayahan).  Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota dan padat penduduknya, terutama di kotamadya Yogyakarta.  Termasuk provinsi yang kuat di bidang pendidikan, pariwisata dan budaya.  Reformasi birokrasi dan e-government menjadi unggulan dalam beberapa tahun terakhir ini.  DIY termasuk wilayah dengan persentase pengakses internet sangat tinggi di Indonesia (peringkat 4).

Berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Yogyakarta :Penetrasi Internet di Yogyakarta berada pada ranking ke 2 setelah DKI yaitu sekitar 35%.  Pengguna internet di Kabupaten Gunungkidul atau warga yang mengakses internet di tiga bulan terakhir tercatat hanya 16,51 persen (paling rendah di DIY).  Menurut hasil pemeringkatan e-government tahun 2012 yang diadakan oleh Kemenkominfo RI, DIY menempati peringkat 4.

Dengan mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan serta kebutuhan masyarakat DIY serta perkembangan Teknolgi Informasi dan Komunikasi (TIK), maka Visi masa depan DIY yang didorong teknologi informasi adalah mewujudkan JOGJA CYBER PROVINCE. 

Teknologi Informasi (TI) dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam mendukung tercapainya visi DIY.  Teknologi Informasi dimanfaatkan untuk mencapai Pemda DIY yang katalistik dalam mendukung terwujudnya masyarakat DIY yang mandiri. Sehingga ke depan DIY menjadi Pemda yang berbasis TI sekaligus masyarakatnya.

Pada dasarnya Pengembangan Digital Government Services (DGS) merupakan salah satu bentuk transformasi birokrasi (perubahan sistem tata kerja pemerintahan)  dengan memanfaatkan teknologi informasi.  Untuk tahun 2011-2015, layanan berbasis Digital Unggulan Pemda  DIY meliputi 11 bidang diantaranya (1) bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi; (2) Bidang Kesehatan; (3) Bidang Kerjasama dan Penanaman Modal; (4) Bidang Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga; (5) Bidang Kebudayaan; (6) Bidang Pertanian; (7) Bidang Tata Ruang dan Prasarana Wilayah; (8) Bidang Pariwisata; (9) Bidang Kelautan dan Perikanan; (10) Bidang Perhubungan, Komunikasi dan Informatika; dan (11) Bidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM.

Dalam pengembangan e-government di Pemda DIY tentu banyak ditemui dan dijumpai  permasalahan diantaranya (1) belum lengkapnya peraturan perundang-undangan yang mengatur penggunaan TIK dalam sistem birokrasi pemerintahan; (2) implementasi e-government memerlukan perubahan manajemen sehingga memerlukan perubahan peraturan perundang-undangan yang mendukung perubahan manajemen tersebut dan biasanya memerlukan waktu yang relatif lama; (3) biaya akses informasi dengan menggunakan media TIK masih relatif mahal bila dibandingkan dengan negara tetangga; (4) Penempatan SDM yang belum sesuai dengan kompetensinya sehingga kurang respon terhadap program kerja yang berkaitan dengan pemanfaatan TIK; (5) pelaksanaan kegiatan yang masih terkotak-kotak sehingga tidak tercipta sinergitas dalam pelayanan kepada masyarakat; (6) budaya kerja yang masih belum mengutamakan kepentingan pemuasan pelanggan bahkan tidak jarang orientasi kerja masih mengutamakan kepentingan birokrasi sendiri yang sering tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat; (7) banyak aparatur pemerintah yang beranggapan bahwa Sistem Informasi Manajemen (SIM) yang atau aplikasi teknologi informasi akan dengan sendirinya mendatangkan data yang berkualitas; (8) banyak aparatur pemerintah yang beranggapan bahwa layanan yang berbasis e-government adalah menjadi tanggung jawab unit kerja teknologi informasi; dan (9) pengumpulan data/informasi yang berkualitas tidak dapat dilakukan dengan mudah dan memerlukan biaya besar.

Dengan beberapa kendala dan permasalahan terkait dengan pengembangan e-government di DIY tentu perlu dilakukan upaya dan strategi pemecahan masalah, berupa (1) meningkatkan dan menyamakan pemahaman terhadap konsep transformasi birokrasi dan transformasi layanan berbasis pengetahuan dengan memanfaatkan TI; (2) mengintegrasikan informasi (contents) dan TI (containers) di lingkungan birokrasi dengan memanfaatkan jaringan komunikasi yang ada (communication); (3) menyiapkan sistem dan pedoman pengembangan e-Government; (4) menyiapkan pedoman implementasi struktur kelembagaan baru dengan menuju ke suatu connected government; dan (5) membudayakan pemanfaatan TI dalam pelayanan kepada masyarakat.

Strategi implementasi e-government di Pemda DIY dilakukan dengan  pendekatan “tiga bola”, pendekatan kebijakan, SDM dan kelembagaan.  Pendekatan kebijakan meliputi sinkronisasi investasi TIK Nasional, fiskal multiyears dan multiyears kontrak, dan penggunaan komponen TIK lokal (industri TIK).  Pendekatan SDM dilaksanakan dengan meningkatkan kualitas  SDM TIK dengan kerjasama R dan D (Reserch dan Development) institusi pendidikan; dan meningkatkan kualitas SDM TIK untuk industri TIK.  Pendekatan Kelembagaan dilaksanakan dengan penguatan unit pengelola TIK di lembaga-lembaga pemerintah dan penguatan lembaga koordinator program strategis TIK dan cyber security nasional.

Kedepannya pemerintah daerah dalam menyelenggarakan e-government tidak perlu membangun dan mengembangkan sumberdaya TIK sendiri-sendiri sumberdaya TIK dikonsolidasi dan dimanfaatkan bersama-sama.  Akses dalam pelayanan e-government dapat dilakukan di mana saja, kapan saja dan dengan alat apapun yang bertujuan untuk memudahkan dan meningkatkan layanan publik.  TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dituntut agar lebih memperhatikan lingkungan.  TIK yang ramah lingkungan, yang mendukung konservasi sumberdaya dan lingkungan, dengan tujuan akhir yaitu menciptakan masyarakat pengguna TIK dengan dampak lingkungan yang kecil (low environmental foot=print society). 

Layanan unggulan e-government Pemda DIY dapat dilihat pada diagram dibawah in :

 

Lewat Danais 2014-2017 direncanakan membangun pusat media digita budaya untuk melestarikan warisan budaya dan cagar budaya; menjadi pusat informasi digital mengenai budaya dan cagar budaya yang ada di Yogyakarta; dan menyediakan akses public terhadap inforamsi digital budaya dan cagar budaya melalui berbagai platform dan dalam berbagai format informasi baik video gambar suara teks. Pembangunan Network Operation Control (NOC) Pusat Media Digital Budaya terdiri dari (1) Pembangunan Infrastruktur Multimedia Server  sebagai pusat data digital budaya; (2) Pembangunan Infrastruktur Multimedia Creator yang berfungsi sebagai pengolahan  data digital budaya; dan (3) Pembangunan infrastruktur Distribution Server. Pembangunan Akses Poin di Lokasi Kunjungan Budaya/Cagar Budaya terdiri dari :(1) Infrastruktur Akses berupa Wifi Hotspot untuk pengunjung yang membawa perangkat berfasilitas wifi; dan (2) Infrastruktur Display berupa  display kiosk layar besar atau tablet kiosk  untuk pengunjung yang tidak membawa perangkat Pembangunan jaringan akses dari (NOC) ke Lokasi Akses Poin jika belum tersedia, atau menggunakan jaringan yang ada jika sudah tersedia.

Sumber :Roni Primanto Hari, LTMI Dishubkominfo DIY

WhatsApp