DARI PENGOLAH IKAN MERAMBAH MENJADI NELAYAN

Selama ini pembangunan DIY hanya bertumpu di wilayah utara yang sebagian besar basisnya agraris (among tani) tetapi dimasa mendatang pembangunan diarahkan ke wilayah selatan yang lebih berfokus kepada sektor maritim (dagang layar). Seperti diketahui aktivitas melaut di DIY baru dikenal pada tahun 1980 an, dan mulai tumbuh ketika Pelabuhan Perikanan Sadeng di Gunungkidul dibuka. Dengan paradigma Gubernur Sri Sultan HB X “Among Tani Ke Dagang Layar, Putar Kemudi Ke Visi Maritim dan Menjadikan Laut sebagai Halaman Depan Dari among tani ke dagang layar", dimana arah pembangunan akan digerakkan menuju orientasi kemaritiman maka diperlukan langkah nyata untuk mewujudkan hal tersebut.

Yogyakarta dalam membangun peradaban barunya yang unggul dengan strategi budaya: membalik paradigma among tani menjadi dagang layar, dari pembangunan berbasis daratan ke kemaritiman, dengan menggali, mengkaji dan menguji serta mengembangkan keunggulan lokal (local genius). Konsekuensinya, Laut Selatan bukan lagi ditempatkan sebagai halaman belakang, tetapi justru dijadikan halaman depan

DIY memiliki Infrastruktur perikanan tangkap antara lain pelabuhan Perikanan Pantai Sadeng di Gunungkidul dan Pelabuhan Perikanan Tanjung Adikarta di Kulonprogo yang dalam tahap pembangunan. Adanya infrastruktur yang cukup belum tentu menyejahterakan masyarakat, yang utama dibutuhkan selain infrastruktur yang memadai adalah sumber daya manusia yang berdedikasi dan berkualitas dalam memanfaatkan potensi kelautan yang ada di DIY.  

Secercah harapan dimiliki oleh DIY, seorang pemuda bernama Fakhrudin Al Rozi yang semasa mahasiswa di Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan UGM sering mendapat penghargaan, antara lain penghargaan Rektor UGM dalam bidang Inovator Kewirausahaan Mahasiswa 2006, Penghargaan Insan UGM Berprestasi bidang Penelitian 2007 serta berhasil menjadi peserta Technopreneurship Pemuda tahun 2011. Mas Rozi kemudian mendirikan CV. Mina Laras yang berbasis pengolahan sumberdaya kelautan di Kabupaten Bantul DIY, kemudian menjadi ketua Asosiasi Kelompok Pengolah dan Pemasar Hasil Perikanan “Projo Mino” Kabupaten Bantul, Penyuluh Perikanan Swadaya, dan sejak tahun 2011, dipercaya sebagai Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Inka Bantul VII yang mengelola 3 unit kapal motor 10 GT, mulai tahun 2013 mengelola 2 unit kapal motor > 30 GT, yakni Inka Mina 646 dan Inka Mina 645.

Daerah operasional Kapal Inka Mina adalah di pantai selatan DIY dengan jangka waktu penangkapan ikan selama 5 – 7 hari dan diatas 4 mil laut. Dari 17 kali melakukan aktivitas melaut (Maret – November 2015), kapal tersebut telah menghasilkan ikan sejumlah 170 ton yang terdiri dari ikan tuna, cakalang, dan layang (teropong). Melalui usaha penangkapan ikan mandiri ini, binaan KUB Inka Bantul VII mendapatkan harga ikan yang lebih kompetitif serta ikan lebih berkualitas dengan harga terjangkau. Pada tahun 2016, KUB Inka Bantul VII Projo Mino berencana mengelola 4 unit lagi kapal > 10 GT

Sebagai kelompok usaha di tingkat Kabupaten Bantul, anggota tersebar di berbagai kecamatan dengan karakteristik usaha dalam bidang perikanan yang bermacam-macam, diantaranya bidang perikanan tangkap, industri kuliner, pengolahan produk, hingga pemasaran hasil perikanan. Berdirinya KUB Inka Bantul VII dilatarbelakangi termarjinalkannya nelayan karena ketergantungan kepada pengepul karena mayoritas nelayan kekurangan modal untuk melaut. KUB sendiri bisa dibagi menjadi dua, yaitu yang berdaulat, yaitu KUB yang mampu mengelola dan  mengendalikan semua faktor produksi (hulu) hingga pemasaran (hilir) dari kegiatan penangkapan ikan dan belum berdaulat adalah KUB yang melakukan kerjasama dengan tauke dan mempunyai sifat ketergantungan yang tinggi dalam melakukan operasional kegiatan penangkapan ikan sehingga belum mampu mengendalikan faktor produksi hingga pemasaran.

Syarat supaya KUB berdaulat antara lain: 1.sumber daya manusia & kelembagaan yang jelas seperti membentuk koperasi, 2. Mempunyai akses permodalan dan semangat wirausaha, 3. Mau membuka akses pasar & sarana pemasaran, 4. Memiliki sistem transportasi rantai dingin, 5. Memiliki pergudangan dan tersedia cold storage, 6. Perizinan kapal lengkap, 7. Melakukan negosiasi & transaksi usaha secara langsung, 8. Menguasai manajemen kapal & sumber daya manusia, 9. Permodalan untuk logistik harus tersedia dan 10. Memiliki peralatan penangkapan ikan.

Kapasitas sumberdaya manusia (SDM) KUB Inka Bantul VII juga ditingkatkan melalui pembentukan Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) Mina Laras pada tanggal 3 April 2013. P2MKP rutin mengadakan pelatihan, khususnya kepada binaan kelompok dengan materi pelatihan dasar-dasar pengolahan ikan/rumput laut, diversifikasi pengolahan ikan, pengemasan (packaging), pemasaran, hingga akses permodalan. Pembentukan P2MKP didukung penuh oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sehingga kegiatan peningkatan sumberdaya manusia kelautan dan perikanan berjalan secara berkelanjutan karena mendapat dukungan kegiatan serta rutin melatih pelaku usaha perikanan dari Kabupaten Bantul ataupun luar daerah, seperti Wonogiri Jawa Tengah dan Jakarta. Di Kabupaten Bantul sendiri, P2MKP Mina Laras telah melatih di berbagai kecamatan seperti Kecamatan Kasihan, Sewon, Srandakan, Sanden, Imogiri, Jetis, dan Kecamatan Pundong.

Selain pembentukan P2MKP, peningkatan SDM juga diarahkan pada peningkatan kualitas produk, diantaranya sertifikasi perizinan perusahaan industri rumah tangga (PIRT) yang berasal dari Dinas Kesehatan. Selama ini jangkauan pemasaran anggota masih terbatas yang disebabkan belum mempunyai PIRT. Melalui kerjasama antara KUB dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, kini anggota rata-rata telah mempunyai PIRT sehingga mampu menjangkau pemasaran lebih luas. Jumlah UKM yang telah mendapatkan sertifikasi PIRT hasil binaan P2MKP sejumlah UKM, diantaranya Rajamina Group (P-IRT No. 2023402011399) ; Ngudi Rejeki (P-IRT No. 2063402031328); Bandeng Presto (P-IRT No. 2023402011710-19); Berkah Setiawan (P-IRT No. 2023402011502-18); Polano (P-IRT No. 2023402011619-19) ; Mina Laras (P-IRT No. 2043402011371); dan Mina Amanah Insani Makmur (P-IRT No. 2023402011807-20) difasilitasi untuk mendapatkan sertifikasi P-IRT dari Dinas Kesehatan. UKM yang telah mendapat fasilitasi Halal dari Majelis Ulama Indonesia diantaranya Ngudi Rejeki (Sertifikat Halal No. 12020002640913) dan Mina Laras (Sertifikat Halal No. 12120002800913).

Atas Prestasinya dibidang perikanan tersebut, Mas Rozi diganjar dengan Penghargaan Wirausaha Sosial Mandiri (WSM) tahun 2014 yang diadakan untuk mengapresiasi pegiat kewirausahaan sosial di Indonesia, dan pada tahun 2015 yang lalu menjadi Juara 2 Nasional KUB Perikanan Tangkap Teladan Kapal > 30 GT. Disampaikan oleh Mas Rozi bahwa yang dibutuhkan oleh nelayan ataupun calon nelayan jika ingin sukses adalah mengubah mindset nya dari hanya buruh nelayan menjadi seorang pengusaha nelayan. Menjadi tugas bersama natara instansi terkait dengan masyarakat untuk memfasilitasi kegiatan kelautan dan perikanan supaya muncul Rozi-Rozi yang baru.

WhatsApp