Reklamasi Pantai, Sebuah Wacana Penuh Pro-Kontra

Pertumbuhan penduduk kota yang sangat pesat menyebabkan tekanan yang sangat besar pada kawasan pesisir. Perlu planning yang baik, untuk mendapatkan tambahan lahan bagi pemukiman dan kegiatan usaha. Reklamasi kawasan pantai, kadang-kadang diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut.

Pertambahan penduduk yang signifikan juga menuntut tambahan lahan untuk pertanian. Di mana lahan rendah yang selama ini tidak dimanfaatkan direklamasi untuk keperluan pertanian. Berbagai aktivitas manusia yang melibatkan kegiatan seperti penambangan pasir besi di wilayah pantai juga dapat menyebabkan terganggunya peranan fungsi jasa biologis pepohonan maupun jasa hidrologisnya. Rusaknya vegetasi sebagai habitat satwa liar, hilangnya sumber plasma nutfah potensial, biodiversitas flora dan fauna, menurunnya produktifitas dan stabilitas lahan, serta terganggunya sistem tata air tanah dangkal serta meningkatnya laju limpasan air dan erosi, merupakan bentuk-bentuk akibat yang ditimbulkannya.

Beberapa kasus kawasan reklamasi pantai dapat dilihat pada kawasan pantai Jakarta, sebagaimana dalam rencana tata ruang kota, kawasan pantai utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan hutan  lindung/hutan bakau, namun pada kawasan tersebut telah bekembang pembangunan perumahan, sehingga berdampak antara lain terjadinya banjir pada kawasan yang lebih luas. Reklamasi pantai merupakan kebutuhan bagi pengembangan kota Jakarta, pengurugan pantai Jakarta bertujuan untuk memperluas wilayah yang dimanfaatkan untuk kegiatan perekonomian (Anonim, 2010).

Pantai Losari Makassar mengalami penurunan kualitas lingkungan, pencemaran, kerusakan terumbu karang, perubahan morfologi pantai, sehingga diperlukan upaya pengelolaan pantai Losari secara terpadu yang terintegrasi dengan perencanaan kota Makassar.  Kasus pantai Kota Manado rawan terhadap pengikisan pantai atau abrasi air laut, reklamasi pantai akan menanggulangi pengikisan dan menahan gelombang laut ke pantai. Adanya reklamasi akan berpengaruh terhadap perubahan pola arus di teluk Manado (Wunas, 2003).

Reklamasi kawasan pantai harus dimasukkan dalam bagian sistem pengelolaan kawasan pesisir terpadu (integrated coastal zone management) yang pembangunannya harus berkelanjutan. Pelaksanaan kebijakan reklamasi pantai seharusnya tidak boleh dengan melakukan pelanggaran hak-hak azasi manusia. Selain itu juga harus mencerminkan kebijakan publik, kebijakan yang pada hakekatnya ditujukan terutama untuk publik. Dampak lingkungan fisik reklamasi harus diperhitungkan seksama, mengingat kondisi lingkungan yang semakin memburuk karena pengaruh berbagai faktor eksternal.

Tindakan reklamasi pantai yang cukup bijaksana dan terprogram, sesuai dengan kaidah dan rambu-rambu seperti tertuang di dalam perjanjian penambangan pada setiap golongan tambang nampaknya mampu mengembalikan peranan fungsi dan produktivitas formasi pantai. Pantai bukanlah memisahkan daratan dengan laut, tetapi tempat keduanya bergabung. Kelestarian biota laut amat banyak berkaitan dengan lingkungan dikawasan pantai, sementara lingkungan pantai sendiri secara langsung diubah, dikelola dan dimanfaatkan oleh tindakan manusia. Oleh karena itu dampak perubahan lingkungan kawasan pantai mempunyai pengaruh yang menjangkau kedalam sistem-sistem produksi lainnya.

Reklamasi pantai memiliki berbagai macam pengertian. Dari segi bahasa kata reklamasi berasal dari bahasa Inggris yaitu reclamation yang berarti pekerjaan memperoleh tanah. Reklamasi merupakan upaya meningkatkan sumber daya alam lahan dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan cara pengeringan lahan atau pengurukan tanah dengan menambah tanah sejumlah volume tertentu ke dalam laut dan daerah pesisir pantai. Hal ini tentu memberikan beberapa konsekuensi yang saling terkait satu dengan lainnya. Pengertian reklamasi pantai adalah pekerjaan untuk mendapatkan bidang lahan dengan  luasan tertentu di daerah pesisir dan laut. Sedangkan secara teori, reklamasi berarti suatu upaya untuk membentuk dataran baru dalam rangka memenuhi kebutuhan lahan dengan cara menimbun kawasan pantai, reklamasi juga merupakan suatu langkah pemekaran kota (Ni’am, 1999) (cit. Emmy, 2008). Pada praktiknya, reklamasi pantai yang banyak dilaksanakan di Indonesia tidak memenuhi kriteria definisi tersebut (Karnawati, 2007) (cit. Emmy, 2008).

Usaha mereklamasi pantai saat ini mulai banyak bermunculan, hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan perkotaan dan semakin sulit mencari lahan di daratan untuk kepentingan pembangunan (Usman, 2005) (cit. Emmy, 2008). Pembangunan tersebut digunakan untuk pemukiman, bisnis maupun tempat rekreasi. Namun, pilihan itu menimbulkan kekhawatiran terjadinya dampak positif maupun negatif. Dari berbagai ahli banyak yang berpendapat mengenai dampak-dampak yang ditimbulkan dari reklamasi pantai, baik itu positif maupun negatif.

Makna reklamasi dalam arti yang sebenarnya adalah upaya memperbaiki daerah yang tidak terpakai atau tidak berguna menjadi daerah yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan sebagaimana disebutkan di atas. Reklamasi, karena itu, merupakan upaya meningkatkan sumber daya alam lahan dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan cara pengurangan atau dengan pengeringan lahan.

Menurut Santoso (2007) kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan berikut:

  1. Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budidaya yang telah ada di sisi daratan.
  2. Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikan kebutuhan yang ada.
  3. Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan lindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa.
  4. Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayah dengan daerah/negara.

Terhadap kawasan reklamasi pantai yang sudah memenuhi ketentuan di atas, terutama yang memiliki skala besar atau yang mengalami perubahan bentang alam secara signifikan perlu disusun rencana detil tata ruang (RDTR) kawasan. Penyusunan RDTR kawasan reklamasi pantai ini dapat dilakukan bila sudah memenuhi persyaratan administratif seperti:

  1. Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda yang mendeliniasi kawasan reklamasi pantai
  2. Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, baik yang akan direklamasi maupun yang sudah direklamasi
  3. Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai atau kajian/kelayakan properti (studi investasi)
  4. Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun regional

Rencana detil tata ruang kawasan reklamasi pantai meliputi rencana struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang di kawasan reklamasi pantai antara lain meliputi jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan listrik, jaringan telepon. Pola ruang di kawasan reklamasi pantai secara umum meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung yang dimaksud dalam pedoman ini adalah ruang terbuka hijau. Kawasan budidaya meliputi kawasan peruntukan permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan pendidikan, kawasan pelabuhan laut/penyeberangan, kawasan bandar udara, dan kawasan campuran (Waryono, 2000).

Tata ruang kawasan reklamasi pantai harus memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan budaya di kawasan reklamasi. Reklamasi pantai memberi dampak peralihan pada pola kegiatan sosial, budaya dan ekonomi maupun habitat ruang perairan masyarakat sebelum direklamasi. Perubahan yang terjadi harus menyesuaikan peralihan fungsi kawasan dan pola ruang kawasan. Selanjutnya, perubahan di atas berimplikasi pada perubahan ketersediaan jenis lapangan kerja baru dan bentuk keragaman/diversifikasi usaha baru yang ditawarkan.(Fishprog, 2016)

 

Sumber:

  1. Anonim. 2010. Reklamasi Pantai dan Dampaknya Terhadap Wilayah Pesisir. http://darius-arkwright.blogspot.com/2010/04/pendahuluan-reklamasi-adalah suatu.html.  Diakses 15 Februari 2011.

  2. Wunas, S. dan J.H Lumain. 2003. Dampak Reklamasi Pantai Terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi Dan Sosial-Budaya Penduduk Di Manado. Jurnal Penelitian Enjiniring Vol.9, No.3:325-330.

  3. Dahuri, R., J. Rais, S.P Ginting, dan M.J Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

  4. Santoso, E.B., H.Purwadio. 2007. Dampak Reklamasi Pantai Terhadap Pemanfaatan Ruang Publik Dan Strategi Pengelolaannya Studi Kasus :Kawasan Boulevard, Kota Manado. Institut Teknologi Surabaya:ITS Community. Master  thesis.

  5. Waryono, T. 2000. Reklamasi Pantai Ditinjau Dari Segi Ekologi Lansekap Dan Restorasi. Kumpulan Makalah Periode 1987-2008. Google Books. Diakses tanggal 18 Februari 2011.

WhatsApp