MEMBARUI TERUMBU KARANG (Penanaman Modul Eco Reefs di Pulau Manado Tua, Taman Nasional Bunake Sulawesi Utara)

Pada Januari 2004 perairan Taman Nasional Bunaken, didekat Pulau Manado Tua, Sulawesi Utara, dilakukan rehabilitasi areal terumbu karang dengan penanaman Modul Eco Reefs di areal seluas kurang lebih 1.200 meter dikedalaman tiga sampai sepuluh meter.Pembenaman modul tersebut tepat di depan gereja GMIM Negeri di pulau yang berada di barat laut Kota Manado itu.

Berada di bibir Samudra Pasifik, hampir seluruh Pulau Manado Tua dibatasi oleh tebing terumbu curam yang sangat indah.  Sayang tak semua tempat menyajikan panorama indah.  Contohnya, perairan dangkal di depan Gereja GMIM Negeri yang memiliki dasar landai.  Pada tahun 1970-an pengeboman yang dilakukan para nelayan telah menghancurkan kawasan terumbu karang di sana.  Setelah tiga decade tidak ada pemulihan alami yang terlibat.

Sebelum melakukan pemasangan modul Eco Reefs yang merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk mempercepat proses pemulihan terumbu karang, Seacology Foundation, lembaga penelitian kelautan dari Amerika Serikat (AS), melakukan diskusi dengan beberapa tokoh masyarakat.  Dari hasil rembugan pada Oktober 2002, lembaga tersebut memutuskan menyumbangkan 620 buah Eco Reefs untuk keperluan rehabilitasi. Seacoloogy Foundation (Mark V. Eerman, peneliti kelautan asal AS) hanya mengajukan syarat, masyarakat setempat harus menjaga area rehabilitasi dengan sungguh-sungguh.

Eco Reefs terbuat dari bahan keramik tak beracun yang bertekstur halus.  Modul ini berbentuk keeping salju dengan 30 cabang menyerupai karang bercabang.  Dimensinya kurang dari satu meter untuk lebar dan setengah meter tingginya,  serta berbobot mencapai 18 kg.  Sebanyak 620 modul disusun kedalam 34 kelompok yang membentuk seperti sarang lebah.  Eco Reefs didesain untuk menstabilkan substrat patahan karang, menyediakan tempat perlindungan untuk ikan-ikan karang dan memaksimalkan area potensial untuk larva invertebrate menempel.

Hasil pengamatan cukup menggembirakan, setelah hampir 2,5 tahun dibenamkan, tercacat lebih dari 5.000 koloni karang keras tumbuh pada 138 modul yang diteliti.  Sedikitnya di setiap modul dapat ditemukan antara 7-101 koloni karang keras yang menempel, dengan rerata 41 koloni per modul, dan berkembang dari 31 marga yang tergolong kedalam 15 suku.  Marga Pocillopora, Acropora,danStylophora mendominasi modul-modul itu.  Ukuran karang-karang keras baru menempel tersebut berkisar antara 0,3-25 sentimeter, dengan rerata 5,2 sentimeter.  Jumlah ini merupakan peningkatan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan penelitian tahun 2004 di mana hanya tercatat 12 koloni karang keras di setiap modul EcoReefs.

Hasil pengamatan juga menemukan bahwa tak seluruh karang keras dalam keadaan sehat.  Tercatat sebanyak 17 persen di antaranya mati tertutup alga, termakan bintang laut berduri, sebagian kecil mengalami bleaching (pemudaran warna karang karena berkurangnya jumlah alga zooxanthellae) dan terinfeksi penyakit. Belum diketahui secara pasti mengapa banyak koloni yang stress dan terserang penyakit.

Eco Reefs memang mampu memulihkan kondisi ekosistem secara alami perlahan-lahan.Menurut Mark Erdmann, dalam dua minggu setelah pembenaman,  sekawanan ikan-ikan kecil terlihat bermain-main di antara jemari tangan EcoReefs.  Ikan-ikan herbivore menyukainya sebab modul ini memberikan tempat persembunyian yang aman dari predator sekaligus menyediakan makanan alga yang dibutuhkan.  Pada hari ke-70, berbagai jenis ikan seperti emperor, bream, snapper, tang, parrotfish, angelfish, goatfish, dan cod terekam dalam kamera sedang mencari makan dan berkeliling di sekitar struktur.

Dibalik keberhasilan tersebut, Eco Reefs mendapat kritik :berbiaya mahal pada kegiatan awalnya.  Satu modul bernilai sekitar 40 dollar AS.  Untuk membeli 620 modul menghabiskan kurang lebih 200 juta rupiah.  Kekurangan lainnya Eco Reefs bukantempat yang nyaman bagi ikan-ikan besar.  Mereka lebih memilih bersembunyi di lubang-lubang bi bawah karang massif yang besar.(Sumber :Estradivari, National Geographic Indonesia, 2007)(Fishprog,2016)

 

WhatsApp